Ku Lari ke Taman Mini, Lalu Belok ke Museum Komunikasi (Part 1)
Semenjak pandemi COVID-19 usai, turis domestik dan mancanegara kembali berdatangan ke taman budaya Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Selain karena biaya masuk yang terbilang murah dengan puluhan opsi tujuan wisata, di sana terdapat dua magnet yang perlu diperhitungkan daya tariknya. Magnet pertama adalah konsep “green tourism” yang terus diperbaharui oleh Kementerian Sekretariat Negara sejak mengelola cultural theme park itu per tahun 2021. Magnet kedua adalah keberadaan museum stylish bertema komunikasi di Indonesia kepunyaan Kementerian Komunikasi dan Informatika: Museum Penerangan. Yuk Muspeners, kita ikuti perjalanan mengunjungi kedua magnet tersebut melalui point of view (POV) seorang pegawai TV swasta asal kota Bekasi bernama Bella, yang hadir di TMII pada bulan Januari 2024.
Indonesia Minimalis dengan Hijau yang Maksimalis
“Selamat datang di Taman Mini Indonesia Indah, Kak!”, petugas berseragam kuning pastel menyambut ramah sembari membukakan pintu shuttle car yang saya tumpangi gratis dari stasiun kereta Light Rail Transit (LRT) TMII. Saya berjalan ke arah yang petugas sarankan, melewati arsitektur ala Pulau Dewata dan pohon-pohon rindang. Di depan sana, rombongan keluarga sedang ber-wefie dengan pengemudi Angling, sebuah “odong-odong” gratis kawasan dalam TMII bernama lengkap “Angkutan Keliling”. Alunan lagu daerah “Cik Cik Periuk” asal Kalimantan Barat yang mengalun dari pelantang menambah nuansa ria di pagi bersemilir angin itu.
Belok ke kiri, saya melihat sebuah gedung parkir berlantai tiga. Pelarangan asap kendaraan di kawasan TMII membuat mobilitas semua kendaraan bermotor terhenti di gedung tersebut. Di sisi luar gedung, berjejer banyak sepeda listrik dan buggy car. Beberapa pengunjung bertransaksi dengan petugas dan mulai mengendarai sepeda listriknya. Menyewa electric vehicle (EV) per jam bisa jadi pilihan apabila telah mengatur urutan destinasi sedemikian rupa. Namun itu bukan saya, yang hanya beberapa langkah untuk sampai di satu-satunya tujuan wisata. Itu dia! Dari jauh terbaca sederet huruf bergaya Hollywood: “MUSEUM PENERANGAN”.
Api Nan Tak Kunjung Padam
Gedung putih Muspen menjulang di tengah area taman seluas empat lapangan sepak bola. Layar LED di sisi atas gedung terlihat memutar video dan grafis koleksi serta program publik yang sedang berlangsung. Cukup modern. Saya melewati kolam berundak yang menghubungkan gerbang depan dengan gedung utama. Undakannya mengingatkan saya tentang terasering persawahan di Pulau Bali.
Di tengah kolam, terdapat air mancur yang di puncaknya terdapat patung torso pemuda dengan bola dunia dan api yang menyala dahsyat. Karya seni bernama Api Nan Tak Kunjung Padam (Anantakupa) itu merupakan patung setengah badan setinggi 2 meter yang dikelilingi oleh lima patung pewarta berita setinggi 150 cm. Kelima patung Juru Penerang (saya mengetahui sebutan ini belakangan) yang berdiri membelakangi patung torso pemuda itu beda-beda aksinya.
Ada Juru Penerang (Jupen) yang sedang memegang pena, ada yang sambil memegang megafon (yang biasanya saya sebut “toa”), lalu ada Jupen yang memanggul kamera electronic field production (EFP). Japan keempat sedang memegang mikrofon, dan yang terakhir terlihat sedang memanggul kamera film. Keseluruhan simbol tersebut sangat berkaitan dengan tugas jurnalistik dan penyiaran televisi yang saya jalani. Sepertinya saya selangkah lebih dekat dengan masa lalu para profesional pendahulu saya. Jujur, saya ga sabar!
Muspeners Coming!
Kehadiran saya di lobby disambut senyuman pegawai perempuan yang mengalungi lanyard khas logo Kemenkominfo. “Muspeners coming!”, serunya, yang disambut beberapa pelajar di sebelahnya dengan ucapan “Selamat datang!” - hal ini jadi mengingatkan saya akan suasana ketika memasuki restoran Jepang di mal dekat rumah. Setelah itu, saya diminta mengisi buku tamu digital dan berfoto dengan berbagai pilihan bingkai. Hasil foto saya dapatkan setelah memindai barcode khusus. Rasanya senang juga diperlakukan spesial seperti itu. Selain terkesan akrab, situasinya terasa kekinian dan hi-tech.
Puluhan tas sekolah diletakkan rapi di lantai kanan dan kiri lobby, sementara puluhan pelajar terlihat hilir mudik di dalam gedung. Pemandu yang menyapa saya tadi bercerita bahwa saat itu Muspen kedatangan 200 pelajar SD dari Kota Bogor. Setiap harinya, museum yang mengoleksi sekitar 400 alat komunikasi antik itu menerima kunjungan pelajar dari berbagai jenjang, dengan jumlah yang bervariasi dan kebiasaan yang berbeda pula. “Anak-anak itu cenderung aktif dan rasa ingin tahunya tinggi. Jadi seringkali mereka mengeksplor ruang tata pamer berlarian bahkan ingin menyentuh koleksi. Oleh karena itu kita tim pemandu perlu kerja sama dengan pihak sekolah dan tim keamanan supaya rasa penasaran siswa-siswi terjawab, dan koleksi tetap aman saat mereka berkeliling mandiri.” papar Mba Alvio, sang Pemandu. Sesekali komunikasi di antara rekan timnya terdengar di perangkat handy talkie (HT) yang tergantung di saku depan kemejanya.
Sebuah Museum Komunikasi Bernama Museum Penerangan
Sebagai pekerja media, saya ingin menyelami koleksi media-media komunikasi di museum ini langsung dari kacamata pegawai sebuah museum komunikasi. Spontan (uhuiy! - maklum nih, vibes Pemilu 2024 masih terasa), tawaran tur keliling dari Mba Alvio saya terima. Saya dibimbing ke ruang pamer pertama dan bertemu dengan Mas Yuri, pegawai yang ternyata bertanggung jawab dalam pengelolaan koleksi museum komunikasi ini.
“Selamat datang, Kak!” sapaan ramah pria bernama ala Rusia ini membuat saya ikut membalas sapaannya dengan senyuman. Mas Yuri yang menyandang tugas sebagai Kurator Museum ini pintar berkomunikasi, cerita-cerita mengalir begitu saja sambil kami mengelilingi lantai dasar. Prinsip “penerangan”, perjalanan Departemen Penerangan (Deppen-nya Pak Harmoko), juga kejadian menarik terkait berbagai koleksi-koleksi cantik yang kami temui. Jiwa jurnalis saya riang gembira sekali melihat suasana museum ini. Hati saya berdebar-debar! Semua koleksi memandangi saya, seakan-akan memperkenalkan diri dan meyakinkan saya bahwa profesi di bidang media sangatlah penting dan bermanfaat bagi khalayak luas. Hal ini diaminkan Mas Yuri. Ia bercerita bahwa The Founding Fathers melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Departemen Penerangan sebagai salah satu dari 12 kementerian yang langsung dibentuk pasca Proklamasi. Wah, Deppen ga kalah keren dari Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan :)
—
Nah, apa saja koleksi museum komunikasi yang menyapa Kak Bella sehingga membuatnya berdebar-debar selama berkunjung di Museum Penerangan? Ikuti lanjutan kisahnya di Ku Lari ke Taman Mini, Belok ke Museum Komunikasi (Part 2) bulan depan, Muspeners!
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
Thank you for providing such informative and educational content. This blog has really helped broaden my horizons. Don't miss the site that provides the latest information on the sport of football, the most popular game that attracts young people to be more enthusiastic. Always ahead with the latest news. Visit our website for more complete information https://fifamatch.com/olimpiade-2024/
1
1
1
1
555
555
555
555
555
555
555
555
1
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555
555