"Menangkap Tragedi": Koleksi Kamera Peristiwa Tsunami Aceh dan Perannya dalam Citizen Journalism

blog-details
blog-details

"Menangkap Tragedi": Koleksi Kamera Peristiwa Tsunami Aceh dan Perannya dalam Citizen Journalism

26 Desember 2004 adalah tanggal yang terukir dalam memori kolektif rakyat Indonesia. Gempa bumi berkekuatan 9,3 skala Richter mengguncang bumi, memicu tsunami dahsyat yang meluluhlantakkan pesisir Aceh. Di tengah tragedi yang merenggut lebih dari 200.000 jiwa ini, kamera menjadi saksi bisu, merekam kehancuran dan kisah-kisah pilu para korban.

Banyak warga yang merekam detik-detik mengerikan tsunami dengan kamera digital atau kamera ponsel mereka. Rekaman amatir ini menjadi sumber informasi penting bagi media dan dunia luar, karena akses ke Aceh saat itu sangat terbatas. Video-video ini menunjukkan gelombang raksasa yang menerjang daratan, bangunan-bangunan yang runtuh, dan kepanikan yang melanda masyarakat.

Rekaman-rekaman ini bukan hanya sekadar foto dan video. Di balik gambar-gambar yang memilukan, terdapat cerita tentang kehilangan, kesedihan, dan perjuangan untuk bertahan hidup. Kamera menjadi alat untuk mendokumentasikan tragedi, memberikan suara kepada para korban, dan menyampaikan pesan kepada dunia.

Salah satu “saksi bisu” yang merekam situasi mencekam saat peristiwa tsunami ini terjadi ialah sebuah kamera-yang saat ini menjadi koleksi di Museum Penerangan-dengan merek Panasonic yang dimiliki oleh seorang pegawai TVRI, yaitu Asim Mulyadi. Saat itu beliau sedang menjadi fotografer dalam acara pernikahan kerabatnya yang diselenggarakan di Masjid Baiturrahman. Ketika gempa pertama terjadi di hari itu ia melihat banyak bangunan di sekitar pasar Aceh yang runtuh, karena menganggap bahwa sepertinya  kejadian ini perlu untuk didokumentasikan, akhirnya ia masuk ke dalam untuk mengambil kamera dan memutuskan untuk merekam kejadian tersebut. Rekaman video yang diambil oleh beliau kemudian diserahkan kepada pihak stasiun televisi dengan harapan agar bantuan dapat segera datang ke Aceh.

Tragedi tsunami Aceh menjadi titik balik dalam perkembangan jurnalisme di Indonesia. Masyarakat yang memiliki akses ke kamera dan internet mulai berperan aktif dalam menyebarkan informasi dan berita. Mereka menjadi jurnalis warga, mendokumentasikan peristiwa dan membagikannya kepada dunia melalui blog, media sosial, dan platform online lainnya atau disebut dengan Citizen Journalism. Citizen Journalism bermula pada era 1980-an di Amerika Serikat, ketika munculnya kecenderungan bahwa jurnalisme dan kegiatan peliputan berita dan informasi bukan lagi hanya menjadi tugas para pewarta berita profesional, tetapi juga merupakan tindakan dan kegiatan warga masyarakat secara umum dan luas (Nurudin: 2008 dalam Zaenudin, 105:2012).

Citizen journalism memainkan peran penting dalam beberapa aspek:

  • Melengkapi informasi: Rekaman video dan foto dari warga membantu media dalam melengkapi informasi dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi di lapangan.
  • Menyentuh hati: Foto-foto dan video yang emosional mampu menyentuh hati masyarakat dan meningkatkan kepedulian terhadap korban tsunami.
  • Mendorong akuntabilitas: Citizen journalism membantu dalam mendorong akuntabilitas dan transparansi dalam proses pemulihan dan bantuan bencana.

Tragedi tsunami Aceh menjadi contoh bagaimana kamera dan citizen journalism dapat menjadi alat yang kuat untuk mendokumentasikan peristiwa sejarah, menyebarkan informasi, dan mendorong perubahan. Tragedi tsunami Aceh juga mengingatkan kita tentang pentingnya arsip digital. Rekaman video dan foto amatir tersebut menjadi bukti sejarah yang tak ternilai dan harus dilestarikan.

Kamera Tsunami Aceh bukan hanya alat untuk memotret kehancuran, tetapi juga alat untuk melahirkan jurnalisme warga dan mendorong perubahan. Tragedi ini menjadi pengingat tentang kekuatan media dan peran penting masyarakat dalam menyebarkan informasi dan membangun kembali komunitas.

Tragedi tsunami Aceh bukan hanya tentang bencana alam, tetapi juga tentang ketangguhan manusia. Di tengah kehancuran, muncul kisah-kisah heroik tentang penyelamatan, pengorbanan, dan persatuan. Kamera menjadi alat untuk mengabadikan kisah-kisah ini dan memberikan inspirasi kepada dunia. Tragedi tsunami Aceh meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Indonesia. Namun, dari tragedi ini, lahirlah semangat baru untuk membangun kembali Aceh yang lebih baik. Kamera tsunami Aceh menjadi simbol kekuatan media, peran penting masyarakat, dan harapan untuk masa depan yang lebih cerah.

Daftar Pustaka:

Zaenudin, Heni Nuraeni. (2012). Cermin Citizen Journalism di Indonesia. Jurnal Observasi, 10(2), 103-114

49 Comments:

  1. user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user HfjNUlYZ

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user dTjdNQKi

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

    user TWSfSopc

    555

Leave A Reply