Lontar: Media Komunikasi Tradisional yang Bertahan Ratusan Tahun

blog-details
blog-details

Lontar: Media Komunikasi Tradisional yang Bertahan Ratusan Tahun

Masyarakat Indonesia mengenal beberapa naskah kuno seperti babad, hikayat, kronik, dan lain sebagainya yang dikelompokkan sebagai histografi tradisional. Salah satu media yang digunakan untuk penulisan naskah kuno di Indonesia ialah pada daun tal/rontal. Manuskrip atau karya yang dituliskan di atas daun tal ini dikenal dengan sebutan lontar. Lontar sudah ada sejak zaman dahulu dan masih dilestarikan hingga saat ini di daerah Bali. Prasasti lontar tertua yang ada di Bali berangka tahun Saka 884 dengan menggunakan aksara Palawa dan berbahasa Sansekerta. Tradisi penulisan di atas daun tal berkembang luas pada zaman Majapahit. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya tradisi penulisan rontal di Jawa, Madura, Jawa Barat, Sasak dan Sulawesi. Di Bali, tradisi lontar ini sudah berkembang dan lestari lebih dari 1000 tahun (1 milleniun). Hal ini didukung oleh bahan baku yang memadai dan mudah ditemukan di beberapa kabupaten di Bali, seperti Kab. Klungkung, Kab. Buleleng, dan Kab. Karangasem.

Manuskrip lontar dituliskan dalam bentuk 1 cakep, yang berisi beberapa lembar bahkan hingga ribuan lembar rontal dan disimpan dalam sebuah tempat yang disebut kropak. Manuskrip lontar terbukti dapat bertahan hingga ratusan tahun jika proses pembuatan lembar lontar benar dan disimpan dengan baik. Proses pembuatan lembar lontar bahkan memerlukan waktu hingga 2 tahun untuk mendapatkan kualitas lembar daun tal yang terbaik, namun dalam keadaan darurat daun tal juga bisa langsung dikeringkan dan digunakan. Berikut proses pembuatan rontal untuk penulisan manuskrip lontar:

1. Pohon tal tidak diperbolehkan untuk dipotong secara langsung. Pengambilan daun harus dilakukan lembar perlembar. 

2. Setelah diambil daunnya, maka dikeringkan dan harus kering dalam 1 hari. Pemilihan waktu dan musim pembuatan rontal sangat penting. 

3. Setelah kering, daun tal dipotong pangkal dan ujungnya dan mendapatkan lebar minimal 3,7 cm. Namun saat ini sulit ditemukan daun tal dengan lebar tersebut, rata-rata 3 – 3,5 cm. 

4. Setelah dilakukan pengeringan awal (kering petik) maka lidi dari daun tal dilepaskan. 

5. Lalu daun tal direndam menggunakan air bersih yang diganti setiap 3 hari sekali. Pada minggu awal air rendaman akan berbau busuk, dan air rendaman yang tadinya berwarna hijau lama kelamaan akan menguning dan bau busuk berkurang. 

6. Setelah 2-3 minggu jika air rendaman sudah bersih, maka daun tal dijemur sampai kering. 

7. Setelah daun tal kering, maka disimpan dulu beberapa bulan untuk lalu direbus. 

8. Sehari sebelum merebus daun tal harus direndam terlebih dahulu agar tidak hancur ketika direbus.

9. Lalu daun tal direbus dengan diberikan papan penahan diatasnya agar semua bagian terendam. Daun tal direbus kurang lebih 8 jam dengan api yang terus menyala dan diberikan bahan pengawet tradisional, kulit-kulit kayu, rempah rempah, dan garam. 

10. Setelah direbus lalu kembali dikeringkan. Setelah kering, daun tal dijepit/dipress selama beberapa bulan agar rontal menjadi lurus.

11. Setelah itu, daun tal dilubangi dan dijadikan seperti kertas dan siap untuk menjadi media menulis manuskrip.

Untuk dapat menulis lontar, perlu digunakan berbagai alat diantaranya: daun tal/rontal yang sudah siap tulis, pangrupak/pangutik (sebagai alat mengikir rontal), bantalan berupa kasur kapuk kecil untuk alas menulis, meja menulis, penggaris dan pensil, serbuk kemiri/nagasari yang telah dibakar sebagai tinta, dan penakep.

Melalui teknik yang diwariskan turun-temurun ini, naskah lontar tidak hanya menjadi sarana untuk menyampaikan pengetahuan, tetapi juga mencerminkan kedalaman budaya dan kebijaksanaan para leluhur. Dengan pelestarian yang terus dilakukan, naskah lontar akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya yang harus kita jaga dan banggakan.

 

Daftar Pustaka:

Catra, I. I. (2022, Juli 21). Penadalaman Materi Museum Pustaka Lontar. (F. Alvio Putri Matahari, Interviewer)

Geriai, A. G. (2010). Lontar: Tradisi Hidup dan Lestari di Bali. Media Pustakawan, 35-42.

Yasa, I. W. (2020). Manuskrip "Lontar" Sebagai Sumber Penulisan Sejarah Lokal Alternatif di Bali. Jurnal Pendidikan Sejarah Indonesia, 63-75.

0 Comments:

Leave A Reply